- Advertisement -
Pro Legal News ID
Pendidikan

Eksistensi Indonesia Muncul Dari Balik Penjara

Istimewa

Oleh : Gugus Elmo Ra’is

Berdirinya negara Republik Indonesia, melalui proses dialektif budaya yang panjang. Sejak munculnya Kerajaan Salakanegara  pada abad ke 2 hingga munculnya kekuatan yang fenomenal yakni Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur pada abad 11-13 Masehi. Semua kerajaan itu memiliki semangat unifikasi (penyatuan) yang kuat. Namun semua upaya itu kandas seiring dengan usia klan/wangsa  penguasa  itu berakhir.

Gagasan Indonesia sebagai sebuah negara  itu baru lahir pada abad ke 19 seiring dengan munculnya banyak pergerakan politik yang dilakukan oleh para generasi muda yang telah mengenyam pendidikan modern, seperti  HOS Tjokro Aminoto  dan HS Samanhudi yang  mendririkan  Syarikat Islam (SI)  pada 16 Oktober 1905. Gerakan inilah yang mengilhami lahirnya gerakan-gerakan politik di Indonesia. Bahkan HOS Tjokroaminoto inilah salah satu tokoh yang menjadi ‘guru politik’ Ir Sukarno yang menjadi tokoh sentral berdirinya negara Republik Indonesia.

Namun proses berdirinya negara Indonesia itu tidaklah mudah, tetapi melalui proses perjuangan yang panjang. Uniknya, eksistensi Indonesia di mata dunia internasional itu justru terbangun dari balik penjara. Kala itu, Soekarno yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) memberikan pidato politik , pada tanggal 29 Desember 1929. Isi pidato itu  berisi gagasan-gagasan kebangsaan yang bermaksud menyadarkan masyarakat  tentang pentingnya persatuan untuk mencapai Indonesia merdeka.

Karena materi pidatonya yang dinilai provokatif, Pemerintah Hindia Belanda langsung menangkap Sukarno dan dijebloskan ke Penjara Banceuy, Bandung.  Saat itu Sukarno dijerat dengan pasal Hatzaai Artikelen (semacam pasal subversi) dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. Sukarno dijebloskan dalam sel ukuran 1,5 X 2,5 M yang cukup pengap. Tetapi disitulah kehebatan Soekarno terlihat.

Dalam ruangan yang pengab itulah Sukarno bisa menyusun pledoi yang hebat. Pledoi yang  diberi judul Indonesie  Klaagt Aan (Indonesia Menggugat), itu berisi uraian hancurnya masyarakat Indonesia karena menjadi korban penjajahan. Bahkan dalam pledoi itu juga diuraikan tentang kekayaan alam Indonesia yang dieskploitasi oleh penjajah. Yang menganggumkan dari pledoi ini, Sukarno mampu mengutip kata-kata dari 60 filusuf dunia. Sebelumnya Sukarno memang dikenal  gandrung dengan pemikiran-pemikiran ilmuwan serta filusuf dunia seperti, Karl Kautsky, Karl Radek, Otto Bouman. Mazzari, Jean Joures, Hegel, Espinosa hingga Karl Marx yang kerap dijulukinya sebagai ‘Wall of Mind’.

Pledoi yang dibacakan Sukarno di Gedung Landraad, Pegangsaan (kini Gedung Perintis Kemerdekaan) inilah yang menggegerkan dunia serta membukakan mata dunia tentang adanya negara jajajan Belanda yang dikemudian hari dikenal sebagai Indonesia. “Konon, pledoi itu sempat dibagikan oleh rekan-rekan Sukarno di luar negeri, sehingga menjadi bahasan para ilmuwan di Austria,” ujar Salomon, Dosen Ajaran Bung Karno di UBK. Maka bisa dibilang eksistensi Indonesia itu mulai muncul ke permukaan setelah adanya pledoi itu. Bahkan pledoi itu sempat dibaca oleh Ratu Belanda yang kemudian menginstruksikan untuk memberikan remisi terhadap Sukarno.

Memahami sejarah berdirinya negara Indonesia itu, sangat fudamental untuk memberikan pemahaman, jika semangat persatuan itu sangat penting untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ditengah euforia kebebasan seperti yang terjadi saat ini. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan