Jakarta, Pro Legal News – Jaksa mendakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo terima suap sebesar Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster. Uang suap didapatkan Edhy dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito dan eksportir lainnya. Pemberian suap dilakukan melalui dua staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri.
Suap diberikan agar Edhy segera mempercepat proses proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster.Hal itu dipaparkan oleh Jaksa Penuntut Umum saat membaca dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021). “Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” ujar Jaksa.
JPU dalam dakwaannya, menyebut Edhy menggunakan uang hasil suap itu salah satunya untuk melakukan renovasi rumah mertua. Melalui sekretaris pribadinya, Amirul Mukminin, Edhy menghabiskan Rp 550 juta, untuk proses renovasi rumah di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jaksa menyebut proses renovasi dilakukan pada 30 Oktober dan 13 November 2020. Selain itu sebanyak Rp 833,4 juta dihabiskan Edhy bersama istrinya, Iis Rosita Dewi dalam perjalanan dinas yang dilakukan ke Amerika Serikat pada periode 17-24 November 2020. “Dipergunakan untuk belanja terdakwa dan Iis Rosita Dewi pada saat perjalanan dinas ke Amerika Serikat pada tanggal 17 sampai dengan 24 November 2020,” papar Jaksa.
Dalam dakwaannya itu Jaksa menjelaskan, untuk berbelanja di Amerika Serikat, Edhy dan Iis menggunakan kartu debit emerald personal Bank BNI atas nama staf Iis, Ainul Faqih. Bahkan dalam dakwaan itu jaksa juga memaparkan jika Edhy dan Iis sempat berbelanjan beberapa barang mewah di Amerika Serikat, seperti jam tangan Rolex, koper dan tas bermerk Louis Vutton, dan tas Hermes Paris In France.
Sementara melalui tim kuasa hukumnya, Edhy menerima dakwaan yang diberikan oleh JPU dalam persidangan kemarin. “Setelah kami berdiskusi kepada terdakwa, kami berkesimpulan baik terdakwa maupun pengacara tidak mengajukan keberatan,” ujar Kuasa Hukum Edhy, Soesilo Aribowo setelah persidangan. sidang akan berlanjut pada pemeriksan pokok perkara melalui keterangan saksi pekan depan.
Dalam kesempatan itu Soesilo meminta JPU untuk menginformasikan kepadanya siapa saksi-saksi yang akan dihadirkan. Edhy didakwa telah melanggar Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 54 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Adapun ancaman pidana maksimal yang mungkin diterima Edhy adalah 5 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta.(Tim)