- Advertisement -
Pro Legal News ID
Laporan Khusus

Disebut BPK Lalai, PPK Liliek Litasari, Mengaku Sudah Diperiksa Bareskrim

Pro Legal

Proyek pengembangan sarana dan prasarana Unit Pengolahan Ikan (UPI) Muara Angke, Jakarta Utara di bawah pengawasan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta diduga banyak penyimpangan yang merugikan negara puluhan  miliar rupiah. Ada proyek pengerjaan yang sudah dibayar ditinggalkan kontraktor sebelum proyek itu selesai dikerjakan.

Anehnya pihak Dinas Ketahanan Pangan, Kelautam dan Pertanian diam saja. Tidak ada tindakan baik secara pidana (melaporkan kontraktor ke polisi) mau pun menggungat secara perdata atas ulah kontraktor pemenang tender yakni, PT. Raya Eldenair Dwitama (RED) terkait proyek dengan dana puluhan miliar kini terbengkalai.

Salah satunya seperti data yang diperoleh Pro Legal menyebutkan, penyelesaian pekerjaan pembangunan tanah untuk lahan dan sarana prasarana UPI Muara Angke, Pihak Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 24.638.284.675,00. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh PT. Raya Eldenair Dwitama (RED) dengan kontrak Nomor : 3874/-1.711 tanggal 4 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 16.519.690.000.

Addendum tambah waktu dilakukan antara tanggal 4 Mei 2016 sampai dengan  29 November 2016. Kenyataan di lapangan PT. RED tidak menyelesaikan pekerjaan tersebut sesuai kontrak. Aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan  diharapkan segera turun tangan untuk mengusut adanya dugaan main mata antara pihak perusahaan dengan oknum tertentu.

Atas kasus ini pihak Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertaniaan DKI dalam surat resminya yang dikirim ke redaksi Pro Legal tertanggal 24 Januari 2018 menimbulkan tanda tanya ada apa antara pihak Dinas dengan pihak kontraktor pemenang proyek. Isi surat yang ditandatangani Kepala Bidang Perikanan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lilik Litasari secara tidak langsung mengakui ada tindakan pihak kontraktor yang lari dari tanggungjawab, meski anggaran telah terlanjur dikucurkan.

Kata Lilik dalam surat itu bahwa pihaknya telah memutuskan kontrak dengan pihak PT  RED atas proyek yang ditinggalkan berantakan setelah pembayaran dilakukan. Pihak Dinas lanjut Lilik akan mengusulkan PT RED yang selama ini menjadi rekanan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta masuk datar hitam.

Apa yang diutarakan dalam surat itu terkait proyek yang merugikan negara puluhan miliar itu menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa pihak Dinas sepertinya tutup mata, meski mereka tahu tindakan pihak kontraktor telah menyalahi kontrak integritas. Di sana disebutkan jika kontraktor melanggar pihak Dinas secara pidana bisa melaporkan pihak perusahaan pemenang tender ke penegak dan menggugat secara perdata atas anggaran yang telah dikucurkan.

Dalam kasus proyek ini pihak Dinas sama sekali tidak melakukan apa apa selain memutuskan kontrak dan rencana untuk mengusulkan PT RED masuk daftar hitam. Banyak pihak menduga data isi surat itu sepertinya ada sesuatu di balik proyek tersebut antara pihak Dinas dengan pihak kontraktor.

Karenanya KPK didesak untuk segera turun tangan guna mengungkap dugaan ada penyimpangan uang negara puluhan miliar rupiah dalam di balik proyek itu. Hasil investigasi dan diperkuat informasi dari sumber Pro Legal menyebutkan,  proyek pekerjaan pematangan tanah yang dimenangkan PT RED diduga telah dikondisikan. Dirut PT RED, BB diduga bekerja sama dengan oknum-oknum di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian  berkolaborasi di balik tender proyek tersebut.

PT RED selaku rekanan mengajukan penawaran lelang penyedia barang/jasa Pemerintah dengan tawaran jauh dari budget. Sebab, Hasil Penilaian Sendiri (HPS) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Ketahanan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta menyebutkan dapat mengerjakan proyek hanya dengan anggaran Rp 16 miliar.

Sumber tadi malah menyebutkan dalam proyek ini ada aliran dana siluman yang masuk ke oknum tertentu sebesar Rp 2 miliar. Karenanya pihak Dinas pun tidak bisa berbuat apa-apa meski mereka tahu kalau perusahaan pemenang tender telah melanggar ketentuan kontrak.

Sementara itu proyek pekerjaan pembangunan Instalasi Air (IA) untuk wilayah UPI dan Pasar Grosir Muara Angke juga diduga terjadi permainan kotor yang merugikan negara miliaran rupiah. Proyek  ini dilaksanakan oleh PT Inti Selapermai (IS) dengan kontrak Nomor 3881/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.165.779.000,00.

Atas kontrak pekerjaan ini terdapat addendum tambah kurang pekerjaan dan addendum tambah waktu tetapi tidak mengubah nilai kontrak. Data yang diperoleh Pro Legal menyebutkan, dalam pekerjaan pembangunan Instalasi Air diduga terjadi mark up.

Harga satuan pemasangan grounding tidak sesuai dengan kenyataan Rp 222.078.946,91. Pada rencana anggaran biaya (RAB) dalam kontrak menunjukan nilai pekerjaan pasang grounding termasuk aksesoris dan kabel sama dengan pekerjaan pasang GSM Controller termasuk aksesoris dan kabel pompa transfer UPI yakni sebesar Rp 232.072.366,91.

Dalam realisasi terungkap bahwa pekerjaan GSM Controller yang terpasang hanya satu unit. Kontraktor pelaksana juga mengakui bahwa biaya pekerjaan grounding sebenarnya cuma Rp 78.657.256,00. Dari perbandingan ini diketahui jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pemasangan grounding pada e-budgetting sebesar Rp 222.078.946,- (Rp 232.072.366,91- Rp 9.993.420).

Kejanggalan lain juga terungkap pada harga satuan pekerjaan Wiremesh ukuran 8 mm sebesar Rp 269.775.000,00. Pemahalan harga (mark up)  terungkap setelah pihak kontraktor pelaksana pada tanggal 15 Desember 2016 ternyata pekerjaan Wiremesh 8 mm tidak menggunakan concrete mixer sesuai isi kontrak.

Setelah dihitung terdapat pemahalan harga satuan pekerjaan Wiremesh 8 mm sebesar Rp 125 ribu perkilogram. Total pekerjaan Wiremesh 8 mm pada kontrak sebanyak 1.962 kg. Dari jumlah ini terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan sebesar Rp 269.775.000,- yaitu kemahalan harga Rp 245.250.00 (Rp. 125.000 x 1.962 kg) serta kelebihan overhead dan profit sebesar Rp 24.525.000,- (Rp.125 ribu x 1.962 kg x 10 persen). Pada proyek ini juga terjadi pengurangan volume pekerjaan pada beberapa item pekerjaan dengan nilai Rp 43.113.203,63.

Atas kasus ini PPK Lilik Litasari tidak membantah terkait data yang dibeberkan Pro Legal. Kata dia dalam surat yang dikirim ke Pro Legah pihaknya telah menyetorkan uang kelebihan harga, Namun dalam suratnya tidak disebutkan uang itu disetorkan kemana dan berapa jumlah uang itu. Dia hanya menyebutkan bukti setoran No. 009811, No, 005208, No. 005209, No. 003987 dan No. 004017.

Lain lagi pada pekerjaan pengembangan sarana dan prasarana Dermaga T Muara Angke dengan anggaran Rp 1.984.460.000,00 yang dilakasanakan oleh PT TMU dengan kontrak Nomor : 3919/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 juga diduga terjadi penyimpangan. Hasil realisasi pekerjaan malah disebutkan nilainya Rp 965.699.085,44. Jumlah ini tidak sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak serta adanya kelebihan pembayaran kepada PT TMU sebesar Rp 102.279.510,08.

Proyek ini dinyatakan selesai 100 persen sesuai berita acara bobot pekerjaan Nomor 011/TMU/BABKP/VIII/2016 tanggal 5 Agustus 2016. Hanya selang 4 bulan pekerjaan yang dinyatakan selesai 100 persen menurut sumber Pro Legal beberapa item pekerjaan dalam kondisi rusak dan sebagian diantaranya tidak berfungsi.

Salah satunya item pekerjaan pemasangan Lampu Solar Cell 60 W tidak sesuai spesifikasi teknis dan dilaksanakan oleh pemasok/supplier yang berbeda dengan yang tercantum pada dokumen penawaran. Kondisi ini bisa terjadi diduga adanya permainan kotor antara pihak kontraktor dengan oknum pengambil keputusan.

Dalam kasus ini PPK Lilik Litasari mengatakan penyedia telah melakukan kelebihan pembayaran ke kas daerah DKI Jakarta. Selain itu melakukan penggantian item yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis pada unit pemasangan lampu solar cell.

Harus diakui bukan rahasia umum lagi sekarang banyak oknum yang diduga melakukan penyimpangan uang negara begitu ketahuan buru-buru mengambalikan uangnya. Mereka menganggap itu sebagai uapaya pembersihan diri untuk lepas dari jeratan hukum. tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan