Jakarta, Pro Legal– Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menduga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akhir-akhir ini membuka kasus yang terjadi di internal KPK itu sendiri bagian dari upaya mengalihkan isu kasus Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang beberapa kali lolos dari etik Dewas KPK.
Seperti diketahui saat ini banyak kasus diinternal KPK itu seperti tindak pidana korupsi hingga ke permasalahan moral dan asusila, serta pada kasus dugaan transaksi mencurigakan eks Kasatgas KPK Rp 300 miliar. “Kasus dugaan pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK itu kan sebagaimana temuan Dewas KPK, ternyata sudah terjadi sejak tahun 2018. Anehnya KPK menyebut soal pungli tersebut tak pernah ditindaklanjuti secara tuntas. Itu kan sudah lama kenapa baru diungkap ke publik ditengah pimpinan mereka mempunyai kasus yang kini di tangani Polda Metro Jaya?” ujar Kurnia, Selasa (4/7) malam.
Dewas KPK sendiri menduga pungutan liar (pungli) sudah terjadi sejak lama di rumah tahanan (Rutan) lembaga antirasuah. Hanya saja, baru-baru ini yang ditemukan yakni pungli yang terjadi sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Selain permasalahan uang, ada petugas yang ditempatkan di rumah tahanan (Rutan) KPK melakukan pelecehan seksual terhadap istri salah satu tahanan.
Petugas tersebut dikabarkan hanya diberi sanksi ringan dengan pelanggaran etik sedang. Ia melanggar kode etik yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n Peraturan Dewas KPK Nomor 3 tahun 2021. “Ternyata sebagaimana dalam putusan Dewas KPK yang dibacakan pada 12 April 2023 lalu, petugas rutan itu telah dihukum dengan sanksi permintaan maaf secara terbuka dan tidak langsung,” ujarnya.
Sidang pelanggaran etik terkait dugaan asusila yang dilaporkan ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM), dan diteruskan kepada Dewas juga pada Januari 2023 lalu.
Menurut Kurnia, bila dalam kasus Dewan Pengawas KPK hanya memberikan sanksi sedang dan berat tapi tidak ada pelaporan pidana dan administrasi yaitu pengembalian dan penyitaan maka akan sulit adanya penegakan disiplin dan kode etik pegawai. “Pegawai KPK adalah ASN sekarang, artinya sanksi berat dapat dijatuhkan seperti pemecatan tanpa uang pensiun dan tunjangan lain. Ada sanksi tambahan pengembalian uang,” jelasnya.
Kurnia lantas menyinggung soal komisioner KPK yang akan diberi sanksi berat tapi sudah mengundurkan diri terlebih dahulu. “Kemudian upaya komisioner mengubah aturan UU KPK melainkan MK tentang usia minimal menjadi Komisioner KPK dan memperpanjang masa jabatan komisioner KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun,” jelasnya.
Zakaria juga menyoroti kasus dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp300 miliar, seperti disampaikan oleh Novel Baswedan. Tri Suhartanto mengatakan sudah diperiksa oleh Inspektorat KPK dan internal Polri. Adapun nominal dalam rekening merupakan perputaran uang sejak tahun 2004 hingga 2018.
Kurnia menilai kasus yang terjadi di internal KPK itu sendiri merupakan bukti bahwa Ketua KPK Firli Bahuri gagal memberikan keteladanan kepada anak buahnya.
Sebab Firli Bahuri juga diketahui dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran etik. Dia dilaporkan mulai dari kasus pencopotan Brigjen Endar Priantoro hingga dugaan membocorkan dokumen penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM.
Kasus itu disetop oleh Dewas KPK karena tidak menemukan bukti pelanggaran etik, namun dilanjutkan di Polda Metro Jaya yang kabarnya telah naik ke tahap penyidikan. “Saya duga banyaknya kasus internal KPK ini bagian dari upaya pengalihan isu kasus Firli Bahuri,” ujar Kurnia.
Kendati demikian, Kurnia Zakaria turut mengapresiasi KPK yang kembali mengungkap kasus di internal KPK, agar publik mengetahuinya. “Publik lah bisa menilai KPK seperti apa sekarang kinerjanya,” ujarnya.(Tim)