Menteri Pemuda dan Olahraga H. Imam Nahrawi, S.Ag, saat Tafisa 2016 Resmi Ditutup
Jakarta, Pro Legal
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kini mendapat sorotan tajam terkait pengguna dana Rp 112 miliar untuk kegiatan Fasilitasi The 6 Tafisa (The Associationfor International Sportfor All) World Sportfor All Games 2016. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera mengusut aliran dana itu karena diduga banyak terjadi penyimpangan.
Bahkan bendahara panitia pelaksana Tafisa diketahui tidak pernah membuat pembukuan penerimaan, pengeluaran dana dan sisa dana yang ada dalam pengelolaannya. Kegiatan ini berlangsung pada 6 sampai 12 Oktober 2016 di Jakarta.
Dugaan ini diperkuat dari hasil penelusuran BPK bahwa laporan kegiatan dan laporan pertanggungjawaban keuangan atas seluruh pelaksanaan Tafisa 2016 secara tertulis dan diotorisasi juga belum dibuat. Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya memperoleh rekapitulasi laporan keuangansoft copy dalam bentuk Microsoft Excell melalui e-mail sebanyak tiga kali dengan nilai yang selalu berubah-ubah.
Data yang diperoleh redaksi Prol Legal yang dicocokkan dengan data BPK mengungkapkan, dokumen pertanggungjawaban yang tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp 69 miliar lebih. Ini terlihat pada kegiatan pertanggungjawaban keuangan dalam rangka fasilitasi The 6”’ Tafisa World Sportfor All Games 2016.
Penyimpangan lain terdapat pada pembelanjaan barang dalam rangka fasilitasi persiapan Asian Games XVIII tahun 2018 belum didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 2,59 miliar. BPK juga menemukan kelebihan pembayaran Rp 2,13 miliar serta bukti tidak diyakini kewajaran sebesar Rp 12,91 miliar. Sisa kas dana fasilitasi Rp 3,35 miliar juga belum bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Selain itu belanja perjalanan dinas pada Kemenpora diketahui tidak sesuai peraturan Menteri Keuangan RI dan terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp 2,99 miliar. Namun diantaranya sudah disetorkan ke kas negara tetapi hanya Rp 216,63 juta.
Kemenpora diminta menarik semua dana kemudian menyetorkan kelebihan pembayaran Rp 4,36 miliar dan menyerahkan bukti penyetoran ke BPK. Bukti pertanggungjawaban yang tidak diyakini kewajarannya oleh BPK kini menjadi sorotan.
Dalam dokumen yang diperoleh Tim Investigasi Pro Legal menyebutkan ada rekap data pertanggungjawaban yang belum dapat dilakukan pengujian lebih lanjut Rp 58.006.6 14.500,00. Pihak Kemenpora hanya menyerahkan data berupa kontrak/SPK/kuitansi tanpa laporan pendukung senilai Rp /53.774.964.500,00.
Terdapat juga dua pertanggungjawaban kegiatan kontraktual senilai Rp 4.231.650.000,00 yang belum didukung bukti keseluruhan pertanggungjawaban. Bukti pertanggungjawaban senilai Rp 58.006.614.500,00 ini belum dilakukan pengujian oleh PPK maupun tim audit internal panitia Tafisa.
Data pertanggungjawaban kegiatan swakelola antara nilai yang dilaporkan oleh bendahara dan tim keuangan Panlak Tafisa 2016 dengan pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban hanya Rp l1.595.790.322,00.
Dari rekapitulasi pengelolaan kegiatan swakelola sebesar Rp 42.160.034.048,00, terdapat bukti pengeluaran senilai Rp 30.564.243.726,00. Ini sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK dan data yang dimiliki Tim Investigasi Pro Legal.
Selisih dana sebesar Rp 11.595.790.322,00 itu meliputi akumulasi atas selisih lebih dan selisih kurang bukti pertanggungjawaban atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan Bendahara Tafisa. Konfirmasi dengan Tim Audit Internal Panitia Tafisa, PPK, maupun Inspektorat Kemenpora belum melakukan pengujian atas selisih dana sebesar Rp l1.595.790.322,00 itu.
Informasi yang diperoleh Prol Lega menyebutkan sampai dengan pemeriksaan berakhir, pihak BPK tidak memperoleh penjelasan selisih dana senilai Rp l 1.595.790.322,00 tersebut.
Dalam kegitaan itu, pihak Kemenpora selain menggunakan anggaran sendiri diketahui juga mendapat dana dari Kemendikbud sebesar Rp. 88.886.600,00. Selain itu ada juga penerimaan dana dari sponsor diantaranya, Bank Mandiri, Indosat, Jamkrindo, Jasindo, Angkasapura sebesar Rp. 947.000.000.00.
Di sana terdapat juga kegiatan Deputi IV ikut didanai oleh APBD Provinsi DK1 Jakarta. Data yang diperoleh dari daftar kontrak atas kegiatan yang didanai Pemprov DK1 Jakarta tercatat sebesar Rp 2.639.826.000,00. Dana ini katanya dipakai untuk kegiatan pengadaan brosur, backdrop, dan spanduk serta sewa ac portable dan genset pada beach soccer, world walking day, rubber boat exhibition, beach volley dan dragon boat.
Namun dana dari pihak ketiga ini juga disebut tidak dapat diyakini pertanggungjawabannya. Sebab, tidak diperoleh rincian peruntukan atas dana itu sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir.
Pihak PPK menurut informasi yang diperoleh Pro Legal menyatakan telah meminta dokumen pertanggungjawaban kepada panitia Tafisa bukan berupa daftar kontrak saja, namun tidak diperoleh sampai dengan SP2D tahap dua dibayarkan. Atas dasar itu disebutkan bukti pertanggungjawaban dan mekanisme pencairan SP2D kegiatan Tafisa 2016 tidak sesuai ketentuan penyaluran dan pertanggungjawaban.
Terkait pertanggungjaban anggaran yang diduga banyak penyimpangan diketahui bahwa pihak BPK telah mengirim surat terguran sebanyak empat kali kepada Kemenporan dengan surat terakhir tertanggal 9 Maret 2017. Sejauh ini informasi yang diperoleh pihak Kemenpora belum menjawab surat teguran itu.
Redaksi Pro Legal/www.prolegalnews.com telah mengirim surat resmi kepada Menteri Pemuda dan Olahraga H. Imam Nahrawi, S.Ag tertanggal 12 Desember 2017, namun hingga berita ini diturunkan tidak ada balasan. Pihak Pro Legal juga sudah berupa untuk konfirmasi melalui WhatsApp kepada Menteri Imam tetap tidak ada jawaban. Tim