- Advertisement -
Pro Legal News ID
Laporan Khusus

Catatan Buruk Menteri Susi

JAKARTA, ProLegalNews. Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti  yang heroik kerap menimbulkan kontroversi. Terkesan banyak kebijakan yang kurang persiapan dengan matang.

Semenjak didaulat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti  kerap memperlihatkan sikap yang nyentrik dan heroik. Sikap wanita kelahiran Pangandaran, Jawa  Barat ini yang humble (rendah hati) dan familiar kerap menimbulkan decak kagum sekaligus menghembuskan angin segar tentang gaya pejabat negara yang cair dan tanpa protokoler. Gaya komunikasinya yang lugas dan tanpa tendeng aling-aling telah memberikan warna tersendiri di Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK.

Suatu ketika, Susi kedapatan tidur dengan santai layaknya orang awam di VIP Lounge, Bandara JFK New York seusai  menghadiri konferensi tentang kelautan di PBB. Bahkan pemilik maskapai Susi Air ini pernah dengan sikap nyantai menghadiri acara di Kampus ITB hanya menggunakan sendal. Yang tak kalah menarik, perilaku Susi kerap dibuat  video dan menjadi viral di media sosial. Pendeknya sikap Susi Pudjiastuti yang nyentrik benar-benar menyegarkan suasana di Kabinet Jokowi yang memiliki jargon, kerja, kerja dan kerja.

Popularitas Susi semakin melambung bukan hanya karena gayanya yang nyentrik, tetapi juga dengan kebijakan-kebijakannya yang heroik. Seperti misalnya, kebijakannya dalam memerangi ilegal fishing (pencurian ikan) terutama oleh nelayan asing. Tahun 2015 lalu setidaknya ada sekitar 117 kapal nelayan asing yang telah ditenggelamkan oleh Susi. Hingga tahun 2016 tercatat setidaknya 256 kapal nelayan asing yang telah dimusnahkan. Bahkan hingga tahun 2017 ini diprediksi kapal nelayan asing yang telah dienyahkan Susi mencapai 350 lebih.

Genderang perang melawan ilegal fishing yang telah ditabuh  Susi telah memberikan detterent effect (efek jera)  sekaligus diklaim memberikan  multiplier effect. Kaburnya nelayan asing itu diklaim telah berhasil meningkatkan hasil tangkapan ikan di dalam negeri dari 6,7 juta ton pada tahun  2015 dan meningkat menjadi 6,83 juta ton pada tahun 2016. Begitu juga Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan juga meningkat signifikan dari Rp 77, 40 M pada tahun 2015 meningkat menjadi Rp 360,8 M pada tahun 2016. PDB sektor perikanan juga mengalami petumbuhan yang signifikan. Pada tahun 2017 ini saja tumbuh sekitar 7,8%.

Namun juga tidak sedikit kebijakan-kebijakan Susi yang dinilai kontroversial karena merugikan sebagian nelayan  dan usaha perikanan. Seperti misalnya pernyataan perang Susi terhadap ilegal fishing yang ditindak lanjuti dengan pelarangan bongkar muat di tengah lautan (transhsipment) yang kerap dilakukan oleh ABK asing. Pelarangan transhipment  itu menggunakan instrumen Peratutan Menteri (Perment) KKP No 57 2014. Kebijakan itu dinilai grusa grusu karena tidak diantisipasi terlebih dahulu.

Kebijakan itu memiliki dampak yang cukup tragis, setidaknya ada 8 perusahaan besar dalam bidang pengolahan ikan di Bitung, Sulawesi Utara yang saat ini gulung tikar karena tidak memperoleh pasokan bahan baku yang cukup. Selama ini mereka memperoleh pasukan dari sistem transhipment. Akibatnya puluhan ribu tenaga kerja di PHK,”Delapan pabrik yang tutup itu tergolong pabrik yang berskala besar. Sisanya pabrik yang kecil-kecil masih bisa jalan sedikit-sedikit,” ujar Ketua Asosiasi Unit Pengolahan Ikan Bitung,  Basna Said. Ironisnya, untuk menjaga kelangsungan hidupnya banyak perusahaan pengolahan ikan di Bitung kini justru berencana mengimpor bahan baku dari China, Maladewa dan India.

Yang tak kalah miris adalah kebijakan Susi yang melarang nelayan di sepanjang Pantura untuk menggunakan cantrang. Praktis dengan kebijakan itu puluhan ribu nelayan mangkrak dan tak miliki kerjaan karena tidak bisa melaut. Bukan hanya nelayan saja yang gusar, konon Presiden Jokowi sempat uring-uringan melihat sikap Susi. Dalam sebuah kesempatan seusai dialog dengan pelaku pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), mantan Walikota Solo ini sempat nterusin yang urusan cantrang. Urus hal-hal yang sudah lama tidak selesai sejak lama sekali. Kita harus selesaikan itu,” ujar Jokowi kala itu.

Tak hanya nelayan Pantura yang mutung (marah) dengan kebijakan  Menteri KKP Susi Pudjiastuti ribuan nelayan di Banyuwangi dibuat meradang dan patah arang karena larangan penangkapan lobster yang selama ini menjadi andalan mereka untuk menghidupi keluarganya. Ribuan petani di Banyuwangi melakukan demo di depan gedung DPRD setempat, (18/7) untuk memprotes kebijakan Susi yang membuat mereka kehilangan mata pencaharian.

Hengkangnya nelayan asing itu seharusnya memiliki dampak yang poisitif bagi nelayan dalam negeri. Namun sayang langkah itu tidak diimbangi dengan proses deregulasi dan debirokrasi di KKP. Berdasarkan pantauan Pro LEGAL di Pelabuhan  Muara Baru, Jakarta, (17/7) sekitar 800 kapal nelayan di tempat itu parkir dan mangkrak. Tragisnya, mereka sudah berbulan-bulan  mangkrak dan tidak bisa melaut. Pasalnya, menurut Amir dan Akiong  mereka kesulitan mengurut surat-surat kelengkapan untuk melaut dan mencari ikan karena prosesnya yang rumit dan panjang.

Menurut mereka,  untuk mengurus surat-surat seperti SPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan Surat Ukur cukup rumit hingga memakan waktu berbulan-bulan. Maka dampaknya  puluhan ribu nelayan di wilayah itu mangkrak, karena setiap unit kapal itu setidaknya memperkerjakan sekitar 30-40 orang ABK. Sehingga bisa dibayangkan  banyaknya jiwa yang terkena dampak dari kebijakan itu.

Uniknya, saat banyak suara yang mengkritisi kebijakan-kebijakan  Menteri Susi yang dinilai kontroversial, Kepala Badan Inteljien Negara (BIN), Komjen Pol Budi Gunawan justru mensinyalir adanya kartel yang menggoyang posisi pemilik PT ASI Pudjiastuti Aviation itu di Kabinet Kerja, (19/7). Maklum sektor ini memang sangat strategis sesuai dengan status Indonesia sebagai negara maritim. Maka banyak ‘pemain’ yang terlibat dalam sektor ini.

Sayang, hingga berita ini diturunkan surat konfirmasi Pro LEGAL  yang dikirim ke Menteri KKP, Susi Pudjiastuti terkait berbagai persoalan itu belum memperoleh tanggapan. tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan