Butuh Lompatan Besar Untuk Menyelamatkan Perekonomian Indonesia

Jakarta, Pro Legal – Melalui bukunya yang bertajuk “Paradoks Indonesia Dan Solusinya,” Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Calon Presiden 2024, Prabowo Subianto memaparkan sejumlah fakta yang menarik tentang perekonomian Indonesia. Tetapi yang lebih menarik lagi adalah formula serta solusi yang ditawarkan oleh Menteri Pertahanan RI itu untuk mengejar keteringgalan Indonesia dari berbagai negara lain. Pendekatan atau treatment yang ditawarkan oleh Putra Begawan Ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo ini terbilang genuine dan brilian.
Menurut Prabowo perekonomian Indonesia saat ini rentan terjebak pada middle income trap (jebakan pendapatan menangah) bila tidak ada terobosan yang memadai. Sehingga Indonesia tidak terbelit terus pada persoalan kemiskinan. Seperti diketahui saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan nasional masih pada kisaran 9,54 % atau sekitar 27 juta jiwa. Jika pertumbuhan ekonomi nasional hanya berkisar 5,3% pertahun maka Indonesia akan terus kesulitan untuk mengentaskan kemiskinan. Maka untuk melepaskan diri dari middle income trap (jebakan pendapat menengah) perlu lompatan yang besar (great leap forward) yang harus dirumuskan dalam kebijakan negara.
Dalam bukunya Prabowo memaparkan beberapa treatmen yang harus segera dilakukan oleh pemerintah, misalnya dengan melakukan pengendalian devisa hasil ekspor dari berbagai komoditas di Indonesia. Padahal Indonesia selama ini dikenal memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah mulai dari tambang dan mineral serta komoditas agronomi. Karena seperti diketahui selama ini banyak devisa hasil ekspor tidak diparkir di dalam negeri tetapi justru karena untuk kepentingan menarik investor, banyak devisa hasil ekspor dibiarkan diambil oleh para investor asing, sehingga memicu terjadinya outflow of national wealth (dilarikannya harta kekayaan negara) oleh para investor asing.
Sehingga hasil kekayaan Negara itu tidak bisa dinikmati seluruhnya demi keuntungan rakyat. Tetapi hanya dinikmati oleh segelintir pengusaha seperti dalam tulisan economy for the people not people for the economy dalam buku Paradoks Indonesia dan Solusinya yang ditulis Prabowo. Secara ringkas, Paradoks Indonesia berangkat dari tesis kutukan sumber daya alam atau sering disebut dengan dutch desease –negara dengan potensi sumber daya alam terus tergantung pada SDA dan melemahkan sektor lain terutama manufaktur sehingga negara yang besar tidak bisa keluar menjadi negara maju dan malah terus menjadi negara miskin.
Taxe ratio (rasio pajak) kita juga masih sangat rendah rendah yakni sekitar 9,8% yang menempatkan Indonesia berada pada peringkat 138 di dunia. Padahal pajak itu ibarat darah dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk menggerakan aktivitas tubuh, seperti halnya aktivitas dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Salah satu treatment yang harus dilakukan itu adalah dengan melakukan state kapitalism, yakni melakukan optimalisasi penggunaan intitusi pemerintah seperti BUMN untuk menggerakan roda perekonomian dan tidak tergantung dari sektor swasta melalui privatisasi. Sehingga Indonesia bisa lepas dari cengkraman kartel dan oligarki.
Pikiran–pikiran dan formula yang brilian itulah yang ingin ingin disosialisasikan oleh Lembaga Pemikiran Strategik Prabowonomic yang digagas oleh Tommy Nikson. Menurutnya pemikiran itu sangat penting untuk dibumikan sehingga terbentuk frame dan mindset yang sama bagi Bangsa Indonesia agar dapat engelola perekonomian nasional dengan baik sekaligus sebagai sebuah terobosan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. (Tim)