Oleh : Gugus Elmo Rais
Wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) itu mulai muncul sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudoyhono (SBY). Namun hingga pergantian pemerintahan ke Presiden Jokowi rencana itu tidak juga terealisasi. Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) ini untuk memusatkan penerimaan negara dari pajak, bea cukai, dan nonpajak lewat satu pintu. Lembaga baru itu juga akan menyasar aktivitas ekonomi yang selama ini bergerak di ”ruang-ruang gelap”.
Dalam dokumen visi-misi Pasangan Prabowo Gibran, pembentukan BPN termasuk dalam daftar program prioritas Prabowo-Gibran begitu menjabat, alias Delapan Program Hasil Terbaik Cepat. Kehadiran lembaga baru itu diyakini bisa meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional menjadi 23 persen. Saat ini, rasio perpajakan Indonesia masih sekitar 10 persen.
Maka melihat peran BPN yang sangat strategis itu, sosok yang layak untuk menduduki kursi sebagai Kepala Badan Penerimaan Negara (BPN) adalah figur yang visioner dan profesional serta memiliki kualifikasi khusus. Selain kualifikasi normatif yang menjadi parameter bagi para calon untuk menduduki jabatan politik tertentu.
Kualifikasi khusus itu diantaranya adalah sosok sang calon merupakan figur yang independen dan bukan kepanjangan tangan dari para oligarki atau segelintir orang yang memiliki kepentingan. Sehingga figur tersebut bukanlah barisan dari neoliberalisme dan kapitalisme yang berpotensi mendorong terjadinya liberalisasi yang bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang termahktub dalam Pancasila terutama sila kelima.
Selain sosok yang independen sosok tersebut haruslah figur yang benar-benar profesional. Profesional berarti memiliki track record (rekam jejak) dalam bidang yang linear dengan jabatan yang akan diemban sebagai Kepala Badan Penerimaan Negara (BPN) seperti dalam bidang keuangan dan perpajakan.
Independen, artinya sosok tersebut bukanlah simpatisan partai tertentu, karena Kepala BPN akan mengabdi kepada kepentingan negara yang dimiliki oleh semua elemen masyarakat. Sehingga seorang Kepala BPN harus sosok yang memahami semangat pluralisme.
Salah satu parameter utama yang harus digunakan untuk menentukan calon Kepala BPN tersebut, sang calon harus memilki kredibilitas yang bisa dipercaya. Artinya sosok tersebut haruslah sosok yang bersih dan tidak pernah melakukan fraud (kesalahan), seperti tidak pernah terlibat dalam tindak pidana baik umum maupun khusus seperti terlibat kasus korupsi, terorisme maupun peredaran Narkoba. Termasuk tindakan-tindakan yang tidak terpuji seperti terlibat plagiarisme dll.
Parameter yang bersifat subtitusif, adalah sosok tersebut harus memiliki loyalitas yang tinggi terhadap bangsa dan Negara dengan parameter rekam jejak pengabdian dalam bidang yang relevan tanpa pernah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma baik norma agama maupun norma kesusilaan.(***)
- Penulis adalah Direktur Eksekutif Kajian Poleksosbudkum, Cakra Emas Syndicate