- Advertisement -
Pro Legal News ID
Ekonomi Bisnis

BPJS Kesehatan Diduga Hambur-Hamburkan Dana

Pro Legal

Pemberian bantuan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebesar Rp 3.460.000.000.000,00 pada tahun 2015 dinilai tidak tepat. Berdasarkan data yang diperoleh Pro Legal, pada tahun 2015 BPJS Kesehatan diketahui telah melakukan penghapusan piutang atas iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) sebesar Rp1.243.178.314.591,00.

Masih tahun yang sama BPJS Kesehatan juga mengeluarkan beban promotif dan preventif sebeser Rp 1.976.328.198,00 juga dinilai menyimpang dari ketentuan sehingga berpotensi disalahgunakan. Tindakan ini telah menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.

Jika alasan pertimbangan untuk membantu kebutuhan beban operasional BPJS Kesehatan harus juga mempertimbangkan posisi kas dan kewajiban jangka pendek BPJS Kesehatan per 31 Desember 2014. Klaim itu yang belum diterima lengkap sehingga beban yang belum dilakukan pembayaran dan BPJS Kesehatan menetapkan jangka waktu penyelesaian atas klaim tersebut.

Ini menjadi temuan BPK pada laporan pemeriksaan (LHP) No 07/HP/XIX/12/2015 tertanggal 1 Februari 2016. Atas klaim ini terjadi ketidak pastian apakah akan menjadi beban pelayanan kesehatan atau tidak karena belum selesai verifikasi. BPJS Kesehatan sendiri malah mencanangkan teknis cadangan out standing claim (OSC) sehingga membutuhkan aset neto Dana Jaminan Sosial (DJS) sebesar Rp 1.675,394.583.376,00.

Proses verifikasi pembayaran klaim pelayanan diketahui tidak sesuai dengan ketentuan dan terdapat kelebihan pembayaran Rp 2.690.006.252,00. Untuk tahun 2015 sampai semester 1 tahun 2016 terjadi kelebihan pembayaran klaim Rp 8.231.642.908,00 dengan rincian, kelebihan pembayaran Rp 4.314.651.180,00.

Sementara dana sebesar Rp 1.226.985.476,00 masih dalam penagihan dan Rp 2.690.006.252,00 tidak diketahui kejelasannya. Kelebihan pembayaran ini salah satunya diketahui terjadi di RSUD Kabupaten Majene sebesar Rp 2.311.062.513,00. Selain itu juga terdapat klaim tagihan pelayanan kesehatan yang belum dibayar Rp 1.675.394.583.376,00.

Untuk diketahui pada tahun 2015 pada tahun 2015 pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5.000.000.000.000,00 kepada BPJS Kesehatan untuk membantu likuiditas DJS Kesehatan. Menteri Keuangan menetapkan beban operasional BPJS Kesehatan menjadi sebesar 0,005% dari penerimaan iuran sehingga jumlah beban operasional BPJS Kesehatan adalah sebesar Rp 2.554.286.762,00.

Dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RepubIik Indonesia (BPK RI) diketahui penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada BPJS Kesehatan 60 dalam Rencana Kerja dan Anggaran tahunan (RKAT) tahun 2015 BPJS Kesehatan menganggarkan kebutuhan beban operasional sebesar Rp 3.478.354.000.000,00. Kebutuhan ini dipenuhi pemerintah melalui PP Nomor 48 Tahun 2015 tanggal 2 Juli 2015 tentang Penambahan PMN ke BPJS Kesehatan.

Penggunaan dana PMN sebesar Rp 3.460.000.000.000,00 untuk mengganti biaya operasional BPJS Kesehatan yang telah dibayarkan oleh DJS Kesehatan sedangkan sisanya sebesar Rp1.540.000.000.000,00 untuk membantu likuiditas DJS Kesehatan. Hasil penelaahan laporan keuangan DJS tahun 2015 diketahui bahwa kebijakan pemberian bantuan operasional BPJS sebesar Rp 3.460.000.000.000,00 tidak tepat.

Alasannya jika pertimbangannya adalah untuk membantu kebutuhan beban operasional BPJS Kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam RKAT sebesar Rp 3.478.354.000.000,00, maka harus juga mempertimbangkan posisi kas dan kewajiban jangka pendek BPJS Kesehatan per 31 Desember 2014.

Perhitungan sangat penting sebagai pertimbangan dalam rangka membantu kebutuhan operasional BPJS. Saat itu kas dan setara kas per 31 Desember 2014 Rp 5.737.301.393.690,00. Deposito berjangka per 31 Desember 2014 sebesar Rp 640.000.000.000,00. Kewajiban Jangka pendek per 31 Desember 2014 adalah Rp 511.927.541.110,00.

Sedang dana yang dapat dimanfaatkan untuk operasional tahun 2015 sebesar Rp 5.865.373.852.580,00. Kebutuhan operasional BPJS Kesehatan sebenarnya dapat terpenuhi dengan menggunakan sumber dana yang ada pada BPJS Kesehatan. Berdasarkan laporan arus kas DJS diketahui bahwa penerimaan iuran kas dari iuran tahun 2015 sebesar Rp 51.426.322.214.741,00.

Perhitungan beban operasional berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 245/PMK.02/2014 tahun 2014 tentang besaran dana operasional BPJS Kesehatan sebesar 6,47% maka beban operasional BPJS Kesehatan seharusnya cukup Rp 3.327.283.047.293,74.

Sebab hasil perhitungan beban operasional BPJS Kesehatan diantaranya PMN untuk beban operasional BPJS Kesehatan sebesar Rp 3.460.000.000.000,00. Sedang beban operasional BPJS Kesehatan yang sudah diberikan DJS Rp 2.554.286.762,00 sehingga Jumlahnya Rp 3.462.554.286.762,00. Akibatnya terjadi kelebihan pembayaran beban operasional BPJS Kesehatan Rp 135.271.239.468,26.
Atas kelebihan tersebut harus dikembalikan ke DJS setelah laporan keuangan BPJS Kesehatan dan DJS terbit yaitu pada tanggal 30 Maret 2015. Apabila dana tersebut diinvestasikan pada deposito on call dengan tingkat suku bunga 4% maka pada sampai dengan akhir bulan September 2015, DJS seharusnya memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp 2.705.424.789,37 (Rp135.271.239.468,26 x 6 bulan x 30/360 x 4%).

BPJS Kesehatan juga mengeluarkan dana Rp 143.644.367.391,00 yang diketahui sebagai beban promotif dan preventif untuk program senam peserta prolanis, pemberian imunisasi, skrining preventif primer (Skrining Riwayat Kesehatan). Dana ini dikeluarkan berdasarkan RKAT 2015 dan 2016 sesuai dengan Keputusan Direksi BPJS Kesehatan.

Sementara ketentuan Permenkes 28 Tahun 2014 dan Permenkes 59 Tahun 2014 dinyatakan bahwa pengeluaran non kapitasi bagi kegiatan promotif dan preventif hanya untuk kegiatan skrining kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim.

BPJS Kesehatan dalam mengeluarkan dana beban promotif dan preventif sebesar Rp143.644.367.391,00 dinilai tidak mempertimbangkan biaya promotif dan preventif BPK RI LHP Kinerja Penyelenggaraan Program JKN pada BPJS Kesehatan 74 yang telah dikeluarkan melalui dana kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Bahkan BPJS Kesehatan tidak pernah melakukan monitoring penggunaan dana kapitasi oleh FKTP. Hasil sampling diketahui dana FKTP di 5 lima Kabupaten/Kota yaitu Bulukumba, Probolinggo, Pasuruan, Pangkajene Kepulauan dan Makassar masih terdapat sisa dana kapitasi sebesar Rp 47.643.414.548,54.

Selain itu tahun 2015 BPJS Kesehatan diketahui telah melakukan penghapusan piutang atas iuran PBPU sebesar Rp1.243.178.314.591,00. Umur dari piutang atas iuran tersebut telah melebihi enam bulan. Penetapan Biaya Program Pengumpulan Iuran dinilai belum memadai RKAT BPJS Kesehatan tahun buku 2016 ditetapkan dengan mempertimbangkan realisasi tahun 2015.

Target penerimaan iuran dalam RKAT sebesar Rp 68.371.047.000.000,00 dengan tingkat kolektabilitas 96,17%. Target ini dibagi per segmen kepesertaan. Segmen peserta PBPU tahun itu dinilai yang paling rendah namun dengan rasio klaim paling tinggi yaitu sebesar 380,20%.

Hak BPJS Kesehatan adalah menerima iuran melalui jaringan pelayanan Bank dan semua transaksi yang berhasil dilakukan disetorkan melalui virtual account ke rekening BPJS Kesehatan secara real time, kecuali untuk layanan Payment Point Online Bank (PPOB) dan Real Time Gross Settlement (RTGS) akan dilakukan pada hari berikutnya. Selanjutnya biaya-biaya yang timbul dari kerja sama tersebut diperhitungkan dari pengendapan dana DJS dan BPJS Kesehatan.

Itu hanya teori kenyataannya diketahui atas pembayaran iuran melalui auto debit rekening dan layanan PPOB dikenai biaya transaksi oleh bank yang dibebankan kepada masing-masing peserta sebesar Rp 2.500,00 per transaksi. Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) seharusnya biaya-biaya tersebut diperhitungkan dari pengendapan dana DJS dan BPJS Kesehatan.
Hasil hitungan jika seluruh peserta mandiri menggunakan PPOB dalam pembayaran Iuran BPJS Kesehatan selama tahun 2015 maka biaya yang dikenakan kepada peserta adalah mencapai Rp 380.716.147.500,00. Tindakan ini bertentangan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pasal 10 huruf b menyatakan bahwa BPJS bertugas untuk memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja. Pada Pasal 11 huruf h menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas BPJS melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.

Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial, BPJS bekerja sama dengan lembaga pemerintah. Penjelasan Pasal 11 huruf h yang menyatakan bahwa kerja sama dengan pihak lain terkait pemungutan dan pengumpulan Iuran dari peserta dan pemberi kerja serta penerimaan bantuan Iuran dilakukan dengan instansi pemerintah dan pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Selain itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan pada Pasal 11 ayat (3) yang menyatakan bahwa perubahan data ditetapkan oleh Menteri (dhi. Menteri Sosial) setelah berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.

Kepala Manajemen Iuran dan Kepala Grup Keuangan diketahui bahwa BPJS Kesehatan mengakui bahwa pembayaran iuran melalui auto debit dan PPOB memang dikenakan biaya kepada peserta. Pembayaran iuran melalui auto debit merupakan bentuk kerja sama dengan bank sedangkan pembayaran iuran melalui PPOB bukan merupakan kerja sama BPJS Kesehatan dengan penyedia layanan kesehatan melainkan bank yang melakukan kerja sama dengan PPOB.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof DR Fahmi Idris ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp terkait penggunaan anggaran-anggaran tersebut tidak mau memberikan komentar. Beberapa kali materi konfirmasi dikirim tetap tidak ditanggapi. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan