Bila Laju Inflasi Membubung Tinggi

Bahaya laten berupa melambungnya laju inflasi kembali mengancam maasyarakat, bersamaan dengan moment Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pemerintah belum mampu jadi stabilisatar harga, ironisnya pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang inflatoir.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 25 Juni 2017, masyarakat kembali dihinggapi kekhawatiran akan naiknya harga-harga berbagai komoditas. Berdasarkan pemantauan Pro LEGAL, beberapa komoditas yang masuk dalam kategori kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga yang mencolok bahkan melambung hingga 100 %. Di beberapa pasar tradisional di Jakarta seperti Pasar Induk Kramatjati, Pasar Klender, Jakarta Timur harga komoditas seperti bawang, cabe, daging sapi membubung hingga 100% dari harga biasa. Sementara harga beras, minyak goreng serta gula pasir juga mengalami kenaikan yang signifikan meski tidak sebesar kenaikan harga bawang putih.
Melambungnya harga-harga kebutuhan pokok itu menjadi kenyataan yang ironis, pasalnya beberapa waktu lalu, dalam kesempatan sidak di Surabaya, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman sempat menjanjikan jika harga bawang putih maksimal berada dalam kisaran Rp 40 ribu/Kg. Namun faktanya saat ini di beberapa pasar tradisional harga komoditas yang banyak di impor dari China itu berada dalam kisaran Rp 60-70 ribu/Kg. Harga –harga itupun cenderung terus merangkak naik menjelang hari H lebaran.
Kenaikan harga bahan-bahan pokok yang terkesan tak terkendali itu jelas akan memberatkan masyarakat serta mendorong kenaikan laju inflasi. Apalagi pemerintahan Jokowi-JK sebelumnya telah mengambil kebijakan yang inflatoir dengan mencabut subsidi listrik untuk daya 900 VA. Tidak tanggung-tanggung kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) itu melonjak hink gga 100 &. Maka kenaikan harga barang kebutuhan pokok plus kenaikan TDL itu akan menjadi beban bagi masyarakat terutama masyarakat level menengah kebawah.
Menurut data Bank Indonesia (BI) laju inflasi untuk periode bulan Januari- Juni cenderung terus merangkak naik, dan diprediksi akan mencapai puncaknya pada bulan Juni seiring dengan moment Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, seiring dengan meningkatnya permintaaan akan barang-barang kebutuhan pokok (demand pull infaltion). Laju inflasi bulan Maret lalu mencapai 0,3 % dan meningkat menjadi 0,5 % pada bulan April dan diprediksi akan terus melambung pada bulan Juni.
Beban masyarakat akan semakin berat dengan laju inflasi yang cenderung terus meningkat. Apalagi secara hampir bersamaan, pada periode itu adalah tahun ajaran baru. Sehingga masyarakat dituntut untuk punya cadangan biaya tersendiri untuk biaya kenaikan kelas atau masuk sekolah yang baru. Sementara disisi lain, pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5,1 % hanya ditopang oleh belanja rutin pemerintah. Karena alokasi anggaran dari pemerintah banyak tersedot untuk biaya pembangunan fisik dan ifrastrkutur.
Sedangkan anggaran program pemerintah yang bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi justru mengalami pemotongan. Seperti diketahui pemerintahan Jokowi-JK diawal pemerintahannnya justru melakukan pemotongan anggaran hingga Rp 136 triliun. Sektor yang paling banyak mengalami pemotongan itu adalah, alokasi anggaran untuk sosialisasi dan perjalanan dinas. Padahal sektor ini bisa menggerakkan sektor riiil sekaligus bisa menjadi stimulus terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Tragisnya, disaat perekonomian sedang lesu, pemerintah terkesan tidak berdaya dalam mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok. Pemerintah melalui Bulog belum mampu menjadi buffer stoke sekaligus stabilisator harga. Harga-harga kebutuhan pokok cenderung dilepas ke mekanisme pasar. Celakanya, saat ini ada indikasi harga-harga itu dikendalikan oleh berbagai macam kartel. Maka tidak mengherankan bila harga itu liar tak terkendali. Sementara pemerintah hingga saat ini belum mengambil langkah yang tegas dan subtansial untuk mengendalikan harga sekaligus meringankan beban masyarakat. TIM