- Advertisement -
Pro Legal News ID
Pidana

Berdamai dengan Orangutan

Samarinda, Pro Legal News Apa yang kita bayangkan jika bertemu orangutan liar secara langsung di alam atau ia masuk ke lahan masyarakat/perkebunan ? Lari, menghalau, atau malah mendekat. Pada pertemuan selama 2 hari di Hotel Midtown Samarinda, Forum Kawasan Ekosistem Esensial Wehea Kelay bekerjasama dengan BKSDA Kalimantan Timur, Balitek KSDA dan The Nature Conservancy Indonesia mengadakan pelatihan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Tercatat perwakilan dari tujuh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA), Kelompok Petkuq Mehuey (penjaga Hutan Lindung Wehea), dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur hadir dalam Pelatihan berjudul Mitigasi Konflik Orangutan-Manusia di dalam Konsensi Perusahaan Kayu di Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay selama 30-31 Mei 2018. “Konflik manusia-orangutan (KMO) adalah segala interaksi antara manusia dan orangutan yang mengakibatkan pengaruh negatif pada kondisi sosial, ekologi, ekonomi atau budaya di kedua belah pihak,” ujar Arif Rifqi, Spesialis Orangutan dari The Nature Conservancy Indonesia.

Konflik dua makhluk hidup ini adalah hal yang niscaya.  “Konversi Hutan dan pembangunan infrastruktur adalah penyebab utama konflik,” kata Arif. Habitat orangutan semakin terdesak, sementara itu, manusia dan unit bisnis membutuhkan areal yang lebih luas dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Solusi ideal dalam menjembatani konflik manusia dan orangutan adalah melindungi habitat dan populasi orangutan. Namun, banyak tantangan dan waktu yang dibutuhkan dalam mencapai kondisi ideal tersebut. Sehingga, Arif mengatakan, untuk menuju situasi ideal bisa dimulai dengan perencanaan tata ruang, pendidikan dan penyadartahuan, restorasi habitat yang terdegradasi, pembuatan penghalang (barrier), patroli kawasan dan penegakan hukum.

Alternatif tersebut perlu dilakukan karena isu orangutan adalah isu yang serius di dunia konservasi. “Jika ada orangutan yang mati karena tidak wajar, maka reaksi dunia akan cepat dan masif,” ujar Suyitno dari perwakilan Ketua Forum Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay. Selain isunya viral, peran orangutan sangat penting bagi ekosistem hutan dan sekitarnya. Bila orangutan punah, Suyitno mengatakan maka jejak perubahan ekologi dan ekosistem di dunia ini menjadi hilang. Orangutan berperan sebagai penebar biji terbaik yang pernah ada di dunia. Kera besar ini juga penting menjaga tutupan hutan karena mereka gemar bergelantungan di hutan-hutan yang masih terjaga. Bisa dibilang bahwa kawasan hutan yang memiliki orangutan liar di dalamnya, dapat mengindikasikan wilayah tersebut masih bagus atau akan bagus ke depannya. Sehingga jika mereka bertemu dengan manusia, sebisa mungkin dijaga agar kerusakan tidak meluas dan orangutan tidak mati.

Peran besar orangutan tersebut itulah yang mendorong Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) menggelar rangkaian pelatihan mitigasi konflik. Forum yang dibentuk sejak 2015 ini beranggotakan para pemegang izin konsesi perkebunan sawit, izin konsesi perusahaan kayu, organisasi perangkat daerah terkait konservasi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat Dayak Wehea. Anggota forum bekerja sama menjaga koridor orangutan liar skala lansekap yang terbentang di Kecamatan Wahau dan Kecamatan Kelay, Kalimantan Timur.

Pelatihan mitigasi ini adalah pelatihan kedua yang digelar Forum. Sebelumnya pada 2016, sudah diadakan pelatihan serupa untuk anggota forum dari konsesi perkebunan sawit dan masyarakat. “Pelatihan ini penting untuk penanganan pertama pada orangutan yang berkonfllik sebelum kami datang,” ujar Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur Sunandar Trigunajasa saat membuka pelatihan pada 30 Mei lalu.

Organisasi yang dipimpin Sunandar adalah lembaga yang ditunjuk secara resmi untuk menangani konflik orangutan di lapangan. Namun, lantaran jarak,-kantor BKSDA ada di Samarinda-, sementara konflik terjadi di hutan di wilayah Kabupaten Berau dan Kutai Timur dimana masih terdapat banyak orangutan liar, maka perlu waktu untuk menanganinya. Sunandar mengatakan bahwa staf perusahaan yang berbatasan langsung dengan habitat orangutan, bisa menjadi garda terdepan dalam penyelesaian konflik sebelum tim dari BKSDA datang.

Sehingga pada pertemuan kali ini, sebanyak 16 peserta belajar bagaimana membuat prosedur mitigasi konflik orangutan-manusia, bagaimana identifikasi dan langkah-langkah apa yang bisa dilakukan sebelum tim BKSDA datang. Diharapkan peserta yang sudah mendapatkan ilmu ini, bisa menerapkan dalam perusahannya masing-masing. Ilham peserta dari perusahaan kayu menyatakan bahwa mitigasi konflik bisa diselipkan dalam kegiatan produksi perusahaan. Seperti misalnya aktivitas Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan sekaligus survei pohon buah yang digemari orangutan. “Selain data produksi bisa sekalian mengambil data tentang orangutan,” kata Ilham. Bila staf perusahaan sudah memahami pentingnya keberadaan orangutan, tidak muskil nantinya orangutan dan manusia bisa berdamai dengan kehidupannya masing-masing. Altazri

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan