Jakarta, Pro Legal News– Saat ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menelusuri dugaan upaya transfer atau pemberian uang ke luar negeri dari hasil korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dana yang ditransfer itu diduga sebagai modus pencucian uang yang dilakukan tersangka swasta bernama Rudy Hartono Iskandar (RHI). Polisi pun menggandeng Biro Investigasi Federal (FBI) untuk melacak transaksi itu. “Dari sini kami akan dalami. Di mana kami juga sudah bekerja sama dengan otoritas luar negeri FBI untuk terkait masalah yang transfer ke luar negeri,” ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo kepada wartawan, Kamis (9/6).
Menurut Cahyono, transfer uang itu diduga dilakukan oleh RHI ke beberapa negara. Namun, dia belum dapat merincikan lebih lanjut mengenai nama-nama negara yang turut menyimpan aset tersangka korupsi itu.
Selanjutnya menurut Cahyono, polisi masih melakukan pengejaran dan pendalaman untuk melakukan penindakan lebih lanjut. “Karena ini menyangkut ada beberapa negara yang tentunya sebagaimana saya sampaikan tadi,” jelasnya.
Cahyono mengatakan RHI melakukan upaya pencucian uang melalui berbagai modus. Salah satunya dengan menukarkan uang hasil korupsi menjadi mata uang asing. Kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli aset-aset berupa properti hingga saham di Jakarta.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, aset yang disita dari para tersangka ialah uang tunai sebesar Rp1,7 miliar, tanah dan bangunan di wilayah TB Simatupang Cilandak Timur seharga Rp 371,4 miliar, satu tanah lain di wilayah Cilandak Barat sebesar Rp 100,3 miliar. Terakhir adalah aset tanah dan bangunan di Palmerah senilai Rp 2,7 miliar.
Aset itu merupakan hasil dari penyidikan dalam kasus dugaan korupsi atau tindak pidana asal. Sementara, aset lain yang disita terkait kasus TPPU ialah tanah dan bangunan di Cilandak Barat seharga Rp166,2 miliar. Lalu satu bidang tanah dan bangunan di Kuta dan Denpasar, Bali sebesar Rp 57,3 miliar. “Mata uang asing kemudian menggunakan uang hasil tersebut untuk membeli beberapa aset yang ada di Jakarta berupa bangunan dan juga ada aset-aset lainya,” ujar Cahyono.
Seperti diketahui, dalam perkara ini polisi menduga kerugian keuangan negara yang timbul mencapai Rp 649 miliar. Namun aset yang disita dari tersangka untuk pengembalian kerugian keuangan negara telah mencapai Rp 700 miliar.
Para tersangka yang telah dijerat adalah mantan Kepala Bidang pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sukmana beserta pihak swasta bernama Rudy Hartono Iskandar. Polisi pun telah menjerat para kedua tersangka dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok merupakan Gubernur DKI Jakarta saat itu menilai pembelian lahan oleh Dinas Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp 668 miliar tersebut janggal.
Tanah lahan seluas 4,6 hektar itu dibeli dari pemilik sertifikat bernama Toeti Noezlar Soekarno. Untuk memperlancar proses pembelian, Toeti melalui kuasa hukumnya diduga memberikan uang sebesar Rp 9,6 miliar kepada salah seorang kepala bagian di Dinas Perumahan.(Tim)