- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Antiklimaks JPU Kejari Jaksel

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pembunuhan Brigadir J (rep)

Oleh : Kurnia Zakaria

 Tuntutan hukum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) dengan dakwaan primair terbukti melangar pasal 340 KUHP (UU No.73 Tahun 1958 jo UU No.1 tahun 1946) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sangat mengecewakan publik terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf yang hanya dituntut 8 tahun penjara (PN Jakarta Selatan Senin 16/1/2023), terdakwa Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara (PN Jakarta Selatan Senin 16/1/2023). Tuntutan hukum terhadap terdakwa Putri Candrawathi dituntut ‘terlalu ringan’ hanya 8 tahun penjara (PN Jakarta Selatan Rabu 18/1/2023) sedangkan terdakwa ‘justice collaborator’ Richard Elizer justru tuntutan hukum JPU terlalu berat dituntut 12 tahun penjara (PN Jakarta Selatan Rabu 18/1/2023) dan terdakwa Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup (PN Jakarta Selatan 17/1/2023).

Tuntutan hukum JPU Kejari  Jakarta Selatan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat dan dianggap ringan tetapi malah memperberat sanksi pidana bagi Eliezer yang membuka tabir rekayasa kejadian tembak menembak 8 Juli 2022 lalu di rumah dinas Kadiv Propam Polri Duren Tiga No.46 dan rekayasa kejadian rudakpaksa Putri Candrawathi oleh Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat dimana terbongkar adanya kejadian pembunuhan berencana almarhum Brigadir J. Dalam pasal 10a UU No.31 Tahun 2014 tentang UU Perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, justice collaborator bisa dikenakan tuntutan pidana bersyarat khusus, hukuman percobaan, dan hukuman pidana paling ringan dari terdakwa lainnya apalagi terbukti dalam pemeriksaan  persidangan di PN Jakarta Selatan bagaimana kejujuran dan kekonsistenan antara pernyataan di surat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) baik sebagai saksi maupun tersangka maupun pernyataan lisan di persidangan sering membantah keterangan saksi yang tidak sesuai kenyataan dan tetap konsisten dalam memberi keterangan terdakwa.

Pengakuan awal Elizer di hadapan penyidik  Satuan Tugas Mabes Polri di hadapan  Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan di hadapan  Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang mengungkap kejadian sebenarnya. Saat persidangan informasi awal Elizer menjadi pedoman menyakini majelis hakim dan Tim JPU mencerca para saksi dan terdakwa dalam menemukan kebenaran materiil  fakta kejadian dan analisa yuiridis  di persidangan di PN Jakarta Selatan sejak Senin 17/10/2022 lalu.

Akibat ada pengakuan awal Richard Eliezer yang ungkapkan kejadian tembak menembak itu rekayasa persis seperti dugaan awal saya saat ulasan diliput media online hasil wawancara saya secara telepon maupun podcast bulan Juli 2022 lalu kejadian itu penuh keganjilan dan ketidakwajaran berdasarkan pendidikan hukum dan ilmu sosial selama ini di kampus UP dan UI dan bekerja di perusahaan BUMN maupun swasta selain itu saya punya pengalaman mengajar di lingkungan kantor kepolisian maupun di markas militer  dan pengalaman mengajar sejak tahun 2003 dan praktek advokat sejak tahun 1998 memperkuat dugaan saya ada keanehan dalam keterangan pers baik oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri maupun Kapolres Metro Jakarta Selatan sendiri.

Dugaan terdakwa Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan berupaya menghalang-halangi penegakan hukum proses penyelidikan dan penyidikan “obstruction of justice” yang dibantu atas perintah dilakukan oknum aparat kepolisian baik dari Divisi Propam Polri, Divisi Humas dan Cybercrime Porli maupun Bareskrim Polri dibantu Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan membuat rekayasa kejadian gagal total dan 97 anggota Polri diproses Kode Etik Kepolisian RI. Perlindungan saksi dari LPSK, Wakapolri dan KabareskrimPolri terhadap terdakwa Eliezer dan Kejari Jaksel sekan-akan hanya bersifat formalitas belaka tetapi tidak ada pembelaan penuntutan ringan terhadap justice collaborator. Percuma pelaku berkata jujur dan membuka rahasia tetapi tidak ada timbal balik dari aparat penegak hukum sendiri.

Dalam surat tuntutan JPU (Requisitoir) di PN Jakarta Selatan Rabu 18/01/2023 terhadap terdakwa Putri Candrawathi jelas dinyatakan ada dugaan perselingkuhan antara korban dengan terdakwa PC dimana PC menggoda korban dan korban pun menjadi ajudan merangkap sopir dinas pribadi PC baik dalam acara kedinasan  maupun pribadi istri Kadiv Propam,  Tuduhan PC di rudakpaksa “dilecehkan secara seksual’ oleh korban tanpa ada barang bukti dan saksi juga tidak ada bukti tertulis surat visum et repertum maupun laporan polisi sebelum ada kejadian 8 Juli 2022 lalu. Dalam pemeriksaan persidangan di PN Jakarta Selatan ada keterangan saksi/terdakwa Kuat Ma’ruf dan saksi ART Susi  hanya melihat korban pernah berusaha mengangkat sendiri PC yang jatuh di lantai dapur di lantai atas di Magelang.

Kuat Maruf dan saksi lainya juga pernah melihat korban berusaha membangunkan ibu PC yang tertidur di sofa untuk pindah ke dalam kamar dan pernah melihat PC dan Josua dalam kamar selama beberapa menit.  Dugaan ada ‘kedekatan khusus’ PC dengan korban sudah saya duga dari awal. Dugaan hukuman seumur hidup bagi Ferdy Sambo dan hukuman di atas 4 tahun penjara bagi Elizer saya prediksi sejak awal tetapi tidak saya  duga tuntutan hukum JPU hukuman Eliezer lebih berat dari KM, RR maupun PC sendiri. Dalam memberi keterangan para terdakwa KM, RR, PC dan FS sendiri dianggap berbelit-belit, tidak jujur, berbohong dan ada upaya meyakinkan JPU dan majelis hakim maupun publik pembunuhan korban akibat perbuatan korban sendiri yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap PC di Magelang, termasuk kebohongan terhadap Eliezer untuk dapat melaksanakan perintah ‘mulia’ membela kehormatan istri atasan sendiri dan dijanjikan materi dan jaminan bebas dari hukuman penjaradan kemungkinan akan kemudahan kenaikan pangkat dan tempat kerja yang diinginkan.

Walaupun Richard Eliezer dalam keadaan tertekan secara psikis dan atas  perintah melakukan penembakan tetapi ternyata dalam keterangan sebagai saksi mahkota maupun terdakwa mengakui menembak dalam keadaan menutup mata dan menembak berkali-kali tanpa sadar karena takut dan resikonya.

Tetapi saya menyayangkan tidak  terungkap dipersidangan kasus perselingkuhan PC dan FS sebenarnya  sesuai Requisitoir terdakwa PC dan alasan sebenarnya FS berencana membunuh korban apakah marah karena ada hubungan khusus istrinya dengan korban, atau korban diduga membocorkan rahasia penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang Ferdy Sambo selama ini dengan keluarnya rumor yang didapat saya dari berbagai sumber  terbongkarnya Mafia Kasus Kekaisaran Sambo dan dugaan backing mafia kejahatan judi online dan penipuan investasi bodong maupun perlindungan DPO Tipikor dan TPPU yang belum dapat dikonfirmasi kejelasan bukti dan kebenarannya tetapi  dimana banyaknya laporan yang diterima Divisi Propam Polri bahwa banyak oknum polisi dianggap terbukti melanggar kode etik dan hidup hedonisme sebagai pelindung kejahatan dari oknum Bintara, Tantama tingkat Polsek hingga Perwira Tinggi di Mabes Polri, dimana cukup melihat standar kehidupan oknum polisi dan keluarganya  antara biaya hidup oknum polisi beserta keluarganya dengan gaji dan tunjangan ditambah remunerasi/bonus jabatan/honorarium  khusus  perbulan yang diterima oknum polisi sudah sesuai tidak dengan biaya hidup keluarganya dan apakah ada ada anaknya yang sekolah dil luar negeri dan bersekolah di sekolah mahal dan hidup keluarga borjuis (mewah).

Juga apakah punya penghasilan tetap  job diluar kedinasan yang legal tanpa menganggu kepentingan sebagai polisi.   Kasus Hendra Kurniawan, Teddy Minahasa, Bambang Kayun dan  Ismail Bolong memperkuat adanya mafia makelar kasus di kepolisian. Dulu kasus Susno Duadji, Napoleon Bonaparte. Djoko Susilo, Prasetijo Utomo, Samuel Ismoko, Suyitno Landung, Dalizon dan lain-lainnya telah dianggap mencoreng citra Kepolisian RI belum hilang dari ingatan kita selalu saja timbul nama baru oknum polisi melanggar hukum. Belum lagi polisi sendiri sebagai pemakai dan pengedar narkotika serta terlibat dalam sindikat Narkoba.

Dalam UU  No. 11 tahun 2021  atas UU Perubahan UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI seorang penuntut umum harus bersifat profesional dan penuh inovasi dalam bertindak cepat, cermat dan tepat. Peranan surat dakwaan sebagai dasar tuntutan pidana (requisitoir) adalah kewenangan penuntut umum diajukan setelah proses pemeriksaan persidangan selesai sesuai pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP UU No.8 Tahun 1981.  Surat tuntutan hukum harus memuat :

  1. Hal tindak pidana yang didakwakan
  2. Fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan
  3. Analisa hukum terhadap fakta-fakta untuk memberikan konstruksi hukum atas peristiwa yang didakwakan
  • Bentukan konstruksi peristiwa yang sesungguhnya terjadi
  • Bentukan konstruksi hukumnya dalam peristiwa tersebut
  • Kesimpulan yang ditarik atas bentukan konstruksi peristiwa dan bentukan hukumnya;

Pendapat tentang hal terbukti tidaknya dakwaan

  • Mengandung konstruksi hukum yang obyektif, benar dan jelas
  • Terdakwa dapat dipersalahkan atau tidak
  • Tanggungjawab pidana terdakwa dalam peristiwa yang terjadi
  1. Permintaan JPU pada Majelis Hakim
  • Kesimpulan dan tuntutan hukum pidana
  • Hukuman yang patut dan adil bagi terdakwa

Penggunaan Saksi Mahkota adalah saksi yang juga merupakan sesama terdakwa dalam kasus yang sama tetapi perkara pidana dipisah/berbeda (displit) saling memberikan keterangan sebagai saksi sebagai alat bukti yang sah sebagai keterangan saksi. Penggunaan Keterangan Saksi Mahkota sesuai Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) No. 1986K/Pid/1989 tanggal 21/03/1990 jo Putusan MARI No. 2437K/Pid.Sus/2011.

Sedangkan larangan penggunaan saksi mahkota yang tidak memenuhi syarat dalam perkara pidana bila perkara pidana dipisah, penolakan saksi mahkota bersaksi karena ada hubungan perkawinan, sedarah, keluarga/kerabat/batih, jabatan dan rahasia negara, serta rahasia perusahaan (terkait dengan perundang-undangan HAKI dan Ketenagakerjaan), rahasia bank, dan saksi yang dilarang karena UU seperti dokter, pengacara, konsultan, dan yang menolak bersaksi sesuai putusan MARI No.429K/Pid/1995 jo putusan MARI No.1174K/Pid/1994 tanggal 3/5/1995 jo putusan MARI No.1952K/Pid/1994 tanggal 29/04/1995 jo Putusan MARI No. 1590K/Pid/1995 tanggal 0305/1995 jo Putusan MARI No.1592K/Pid/1995 tanggal 03/05/1995.

Penggunaan saksi mahkota berbeda dengan saksi justice collaborator berdasarkan aturan UU No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi ICCPR (International Convenant on Civil and Political Rights) sebagai saksi mahkota yang membongkar kejahatan yang sebenarnya (saksi pelaku yang bekerja sama dalam pidaana tindak pidana tertentu) sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2011 jo Intruksi Presiden No.7 Tahun 2011 untuk memenuhi syarat saksi justice collaborator :

  1. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana serius dan/atau terorganisir,
  2. Memberikan keterangan yaang signifikan, relevan, dan andal untuk mengungkap suatu tindak pidana serius dan/atau terorganisir,
  3. Bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya,
  4. Kemudian mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang bersangkutan,
  5. Adanya ancaman nyata, tekanan secara fisik, maupun intimidasi secara psiis terhadap saksi dan pelaku/keluarga yang bekerja sama atau yang diungkapkan kejadian yang sebenarnya.

Justice collaborator berhak memperoleh dalam :

  1. Perlindungan fisik dan psikis
  2. Perlindungan hukum
  3. Penanganan secara khusus;
  • Pemisahan tempat tahanan pelaku
  • Pemisahan pemeriksaan penyidik, penuntut umum dan pemeriksaan persidangan
  • Pemisahan tempat pemeriksaan saksi mahkota
  1. Penghargaan dalam bentuk ;
  • Hukuman diringankan (tuntutan hukum JPU dan vonis Majelis hakim harus paling rendah),
  • Pembebasan bersyarat terlebih dahulu dari Narapidana lainnya dalam kasus yang sama
  • Remisi tambahan masa pemidanaan.
  • Tidak bisa dituntut hukuman maksimal, paling tidak harus dibawah 15 tahun penjara, tidak bisa divonis hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Pidana penjara seumur hidup diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Dimana ancaman pidana seumur hidup bagi terdakwa yang dianggap melakukan pelanggar kejahatan antara lain :

  1. Kejahatan terhadap kemananan negara di mana melakukan makar dalam pasal 104 KHUP, pasal 106-107 KUHP, pasal 111 ayat (2) KUHP, pasal 124 ayat (2) ke-1, ayat (3) ke-1 dan ke-2 KUHP, dan pasal 140 ayat (3) KUHP.
  2. Kejahatan yang membahayakan kepentingan umum dimana perbuatan orang dengan sengaja menyebakan kerusakan dan kemusnahan suatu barang yang membahayakan orang lain bisa meninggal dunia tercantum dalam pasal 187 ke-3 KUHP, pasal 198 ke-2 KUHP, pasal 200 ke-3 KUHP, pasal 202 ayat (2) KUHP, pasal 204 ayat (2) KUHP.
  3. Kelompok kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain tercantum dalam pasal 339 KUHP, pasal 340 KUHP, pasal 268 ayat (2) KUHP, pasal 438-441 KUHP, pasal 444 KUHP, pasal 368 ayat (2) jo pasal 365 ayat (2)-(4) KUHP, pasal 479 k jo pasal 479i dan 479 j KUHP, pasal 479 o jo pasal 479 l KUHP, pasal 479 m KUHP, pasal 479 n ayat (1)-(2) KUHP.

Pemidanaan seumur hidup dapat dijalani selama terpidana di penjara hingga ajal menjemput (meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan) walaupun dapat dimungkinkan dinilai apakah layak dapat remisi setelah menjalani hukuman  5 tahun penjara apakah berkelakuan baik dan menjalani masa pertaubatan dan menyadari kesalahan telah melanggar UU dan setelah menjalani hukuman selama 20 tahun penjara dapat dimohonkan pidana penjara sementara waktu tertentu dengan cara meminta Permohonan Grasi ke Presiden sesuai pasal 7 Keputusan Presiden (KEPPRES) No.5 Tahun 1987. Artinya total jumlah potongan remisi khusus tiap tahun narapidana  yang didapat setelah 20 tahun penjara menjadi pertimbangan Presiden dapat megubah hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara 20 tahun penjara  artinya kemungkinan narapidana setelah menjalani hukuman 20 tahun penjara dimungkinkan mendapatkan cuti tahanan khusus menghadiri acara pernikahan anak/ kematian keluarga dekat maupun setelah menjalani hukuman 21 tahun penjara Narapidana dapat memperoleh pembebasan bersyarat dengan pengurangan hukuman penjara dari Keputusan Presiden tentang grasi hukumannya.(***)

  • Penulis praktisi dan akdemisi hukum dari Universitas Indonesia

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan