Jakarta, Pro Legal– Setelah menyelesaikan seluruh proses ekshumasi dan autopsi yang dilakukan terhadap Afif Maulana, siswa SMP yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Batang Kuranji, Tim Dokter Forensik Gabungan mengungkapkan sejumlah temuan.
Menurut Ketua Tim Dokter Forensik Gabungan Ade Firmansyah Sugiharto, dari hasil pemeriksaan Afif dipastikan tewas akibat luka yang didapat saat jatuh dari ketinggian.
Kesimpulan itu didapati pihaknya usai melakukan analisis terhadap hasil ekshumasi, autopsi, pemeriksaan lokasi penemuan jenazah serta dokumen terkait dari LBH Padang dan LPSK. “Kami simpulkan kesesuaian kejadian pada penyebab terjadinya kematian almarhum Afif Maulana adalah kesesuaian dengan mekanisme jatuh dari ketinggian,” ujarnya dalam konferensi pers di Polresta Padang, Rabu (25/9).
Ade juga menjelaskan dari hasil pemeriksaan terdapat sejumlah luka yang ditemukan pada tubuh Afif Maulana. Rinciannya luka pada lengan kiri, paha kiri, kepala belakang, punggung, tulang belakang serta jaringan otak.
Selain itu, Ade menyebut terdapat luka patah tulang iga belakang mulai dari tulang iga ke-3 hingga tulang iga ke-12. Tak hanya itu, Afif juga disebut mengalami patah tulang kemaluan bagian kanan.
Maka berdasarkan temuan luka itu, menurut Ade, tim dokter forensik kemudian menganalisa penyebab kematian Afif dengan tiga kemungkinan. Tiga kemungkinan itu yakni akibat kecelakaan, jatuh dari ketinggian, dan terakhir akibat dari penganiayaan.
Ade menuturkan dari ketiga kemungkinan yang ada, luka yang ditemukan pada tubuh Afif hanya bisa disebabkan oleh jatuh dari ketinggian alias jatuh dari Jembatan Batang Kuranji setinggi 14,7 meter. “Posisi jatuh dari ketinggian 14,7 meter sesuai dengan kerusakan secara keilmuan dokter forensik. Dimana pada bagian kepala punggung dan pinggang itu menyentuh dasar,” jelasnya.
Dalam penjelasannya Ade memaparkan kesimpulan kematian akibat jatuh dari ketinggian itu juga semakin diperkuat dengan jenis dan pola luka di tubuh Afif. Salah satunya pola patah tulang iga ke-3 hingga ke-12 yang memiliki patahan hampir segaris dari atas sampai bawah. “Yang menunjukkan bahwa pada saat patahnya tulang iga itu diakibatkan oleh (besaran) gaya yang sama dan (patah) bersamaan. Itu yang berbeda dengan kondisi jenazah penganiayaan,” ujarnya
“Karena tidak mungkin seseorang itu memukul atau menendang dengan kekuatan yang sama dan biasanya juga menimbulkan patah di lokasi yang random dan tidak mungkin hampir segaris,” imbuhnya.
Luka patah tulang kemaluan bagian kanan yang dialami Afif juga dinilai sesuai dengan akibat jatuh dari Jembatan. Pasalnya, Ade mengklaim pihaknya juga telah memperhitungkan energi yang dihasilkan dengan menghitung berat dan tinggi Afif pada saat terjatuh. “Biasanya pada kasus penganiayaan, maka yang patah itu pada daerah persambungan antara tulang kemaluan kanan dan kiri, sementara yang patah dalam kasus ini adalah sisi kanan,” ujarnya.
“Ini juga diakibatkan oleh sifat kekerasan high energy effect, itu yang memang berbeda. Karena sifat kekerasan akibat pemukulan atau penendangan tidak digolongkan sebagai suatu tindakan kekerasan high energy effect,” sambungnya.
Menanggapi hasil eskhumasi itu, pihak keluarga didampingi LBH Padang belum sepenuhnya mempercayai rilis hasil ekshumasi atau autopsi kedua jenazah anak Afif Maulana yang ditemukan tewas di bawah jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu.
Maka mereka meminta salinan hasil pemeriksaan seluruh sampel. “Kami tidak dapat salinannya secara utuh. Kami ingin detail 19 sampel itu. Tentu saja kami ingin tahu sampel-sampel mana yang (kemarin sampaikan). Karena memang waktu itu dijelaskan, bisa saja tidak semua sampel bisa terbaca di lab. Kita ingin laporannya per sampel,” ujar Direktur LBH Padang, Indira Suryani dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (26/9).(Tim)