Jakarta, Pro Legal News– Terkait ambang batas suara partai dalam pencalonan presiden, terdapat empat partai politik pemilik kursi di DPR yang memiliki legal standing atau kedudukan hukum jika menggugat syarat pencalonan presiden atau presidential treshold ke Mahkamah Konstitusi.
Keempat partai itu adalah PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra. Hal itu dikemukakan oleh Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menyebutkan keempat partai itu sempat walk out saat pembahasan UU No. 7 tahun 2017 lalu, sehingga memiliki legal standing jika menggugat ke MK. “Menurut saya, empat partai yang walk out saat pengesahan pasal ambang batas pencalonan presiden dalam UU No. 7 Tahun 2017 lalu, memiliki dasar kuat untuk menguji konstitusionalitas pasal tersebut ke MK,” ujaranya Jumat, (14/1).
Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dihimpun Pro Legal News, hingga saad ini, sudah ada 14 gugatan terhadap presidential threshold yang digugat ke MK. Tetapi semua gugatan itu ditolak MK. Ada 4 gugatan di antaranya yang tidak diterima karena MK menilai penggugat tak punya legal standing.
Tetapi empat partai itu yakni PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra bisa membangun argumentasi soal proses legislasi saat RUU Pemilu 2017 dibahas. Itu bisa disampaikan jika empat partai yang dimaksud menggugat presidential threshold ke MK. “Apabila mereka mampu mendalilkan bahwa ada proses legislasi yang tak sepenuhnya adil maka bisa menjadi argumen yang kuat untuk memberikan kedudukan hukum pada mereka,” jelas Titi.
Belakangan ini marak pihak yang mengajukan gugatan ambang batas pencalonan presiden ke MK. Terhitung, sejak 8 Desember 2021, ada delapan permohonan uji materi terkait presidential threshold. Salah satunya diajukan oleh Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Permohonan itu berisi tuntutan menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pencalonan presiden dalam Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 itu mensyaratkan 20 persen kursi DPR atau meraih 25 persen suara nasional dari pemilu sebelumnya. Para penggugat ke MK menganggap pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.(Tim)