Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lilik Litasari
Pro Legal
Proyek pengembangan kawasan Unit Pengolahan Ikan (UPI) Muara Angke, Jakarta Utara diduga jadi ‘mainan’ para oknum di lingkungan Pemprov DKI. Namun Kepala Bidang Perikanan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lilik Litasari membantah keras dugaan itu. Kata PPK Liliek tidak ada permainan dan pihaknya telah diperiksa Bareskrim Polri. Semuanya sesuai ketentuan. Terkait ada kontraktor yang meninggalkan pekerjaan setelah mengambil uang, pihaknya telah melakukan tindakan dengan memutuskan kontrak kerja atas perusahaan tersebut.
Liliek boleh saja membantah, namun data yang diperoleh Prolegalnews.com/majalah Pro Legal jelas menyebutkan adanya dugaan korupsi sejumlah proyek di Kawasan Muara Angke. Tercatat ada tiga proyek yang jelas-jelas patut diduga menjadi ‘mainan’ para oknum di lingkungan Pemprov DKI dengan pihak kontraktor yang merugikan negara miliar rupiah.
Pertama proyek penyelesaian pekerjaan pembangunan tanah untuk lahan dan sarana prasarana UPI Muara Angke. Dalam proyek ini Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI menyiapkan anggaran sebesar Rp 24.638.284.675,00. Pekerjaan ini dikerjakan PT. Raya Eldenair Dwitama (RED) dengan kontrak Nomor : 3874/-1.711 tanggal 4 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 16.519.690.000.
Kedua proyek pekerjaan pembangunan Instalasi Air (IA) untuk wilayah UPI dan Pasar Grosir Muara Angke yang dikerjakan PT Inti Selapermai (IS) dengan kontrak Nomor 3881/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 dengan nilai kontrak Rp 9.165.779.000,00. Ketiga proyek pengembangan sarana dan prasarana Dermaga T Muara Angke sebesar Rp 1.984.460.000,00 dikerjakan PT TMU dengan kontrak Nomor :3919/-076.3 tanggal 9 Mei 2016.
Untuk proyek pengembangan sarana dan prasarana Unit Pengolahan Ikan (UPI) Muara Angke sesuai data yang dimiliki Pro Legal diduga banyak penyimpangan yang merugikan negara cukup besar. Proyek pengerjaan ini sudah dibayar oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI, namun kini terbengkalai akibat ditinggalkan kontraktor sebelum pengerjaannya selesai.
Meski mereka tahu bahwa kontraktor PT RED telah melakukan pelanggaran cukup fatal, namun pihak Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI terkesan tutup mata. Mereka sepertinya tidak berani mengambil tindakan sehingga banyak pihak mencurigai ada dugaan permainan kotor di balik proyek tersebut.
Akibatnya dana sebesar Rp 24.638.284.675,00 yang dikucurkan untuk penyelesaian proyek itu sia-sia belaka. Ketika kasus ini ditanyakan, PPK Liliek dengan santai menjawab, pihaknya telah memutuskan hubungan kontrak dengan PT RED. “Tindakan kami memutuskan kontrak dan akan diusulkan untuk masuk daftar hitam perusahaan bersangkutan. Tugas kami itu saja,” kata Liliek kepada Pro Legal pekan lalu.
Menyangkut dana yang telah dikucurkan kepada PT RED atas proyek yang kini terbengkalai menurut Liliek bukan tanggungjawab dia. “Tidak ada pelanggaran, semua sudah sesuai,” tegasnya.
Namun hasil investigasi dan diperkuat informasi sumber Pro Legal menyebutkan, proyek pekerjaan pematangan tanah yang dimenangkan PT RED diduga telah dikondisikan. Dirut PT RED, BB diduga bekerja sama dengan oknum-oknum di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian berkolaborasi di balik tender proyek tersebut.
Pihak PT RED selaku rekanan mengajukan penawaran lelang penyedia barang/jasa pemerintah dengan tawaran jauh dari budget. Sebab, hasil Penilaian Sendiri (HPS) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Ketahanan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta menyebutkan dapat mengerjakan proyek hanya dengan anggaran Rp 16 miliar.
Sumber tadi malah menyebutkan dalam proyek ada dugaan ada aliran dana siluman yang masuk ke oknum tertentu sebesar Rp 2 miliar. Karenanya pihak Dinas pun tidak bisa berbuat apa-apa meski mereka tahu kalau perusahaan pemenang tender telah melanggar ketentuan kontrak.
Kasus lain proyek pekerjaan pembangunan Instalasi Air (IA) untuk wilayah UPI dan Pasar Grosir Muara Angke juga diduga terjadi permainan kotor yang merugikan negara ratusan juta rupiah. Proyek ini dikerjakan PT Inti Selapermai (IS) dengan kontrak Nomor 3881/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.165.779.000,00.
Atas kontrak pekerjaan ini terdapat addendum tambah kurang pekerjaan dan addendum tambah waktu, tetapi tidak mengubah nilai kontrak. Data yang diperoleh Pro Legal menyebutkan, dalam pekerjaan pembangunan Instalasi Air diduga terjadi mark up. Harga satuan pemasangan grounding tidak sesuai dengan kenyataan Rp 222.078.946,91. Pada rencana anggaran biaya (RAB) dalam kontrak menunjukan nilai pekerjaan pasang grounding termasuk aksesoris dan kabel sama dengan pekerjaan pasang GSM Controller termasuk aksesoris dan kabel pompa transfer UPI yakni sebesar Rp 232.072.366,91.
Dalam realisasi terungkap bahwa pekerjaan GSM Controller yang terpasang hanya satu unit. Kontraktor pelaksana juga mengakui bahwa biaya pekerjaan grounding sebenarnya cuma Rp 78.657.256,00. Dari perbandingan ini diketahui jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pemasangan grounding pada e-budgetting sebesar Rp 222.078.946,- (Rp 232.072.366,91- Rp 9.993.420).
Kejanggalan lain terungkap pada harga satuan pekerjaan Wiremesh ukuran 8 mm sebesar Rp 269.775.000,00. Pemahalan harga (mark up) terungkap setelah pihak kontraktor pelaksana pada tanggal 15 Desember 2016 ternyata pekerjaan Wiremesh 8 mm tidak menggunakan concrete mixer sesuai isi kontrak.
Setelah dihitung terdapat pemahalan harga satuan pekerjaan Wiremesh 8 mm sebesar Rp 125 ribu perkilogram. Total pekerjaan Wiremesh 8 mm pada kontrak sebanyak 1.962 kg. Dari jumlah ini terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan sebesar Rp 269.775.000,- yaitu kemahalan harga Rp 245.250.00 (Rp. 125.000 x 1.962 kg) serta kelebihan overhead dan profit sebesar Rp 24.525.000,- (Rp.125 ribu x 1.962 kg x 10 persen).
Pada proyek ini juga terjadi pengurangan volume pekerjaan pada beberapa item pekerjaan dengan nilai Rp 43.113.203,63. Atas kasus ini PPK Lilik Litasari mengaku pihaknya telah menyetorkan uang kelebihan harga tanpa menyebutkan berapa jumlah uang yang disetorkan itu.
Sementara pada proyek pekerjaan pengembangan sarana dan prasarana Dermaga T Muara Angke dengan anggaran Rp 1.984.460.000,00 dikerjakan PT TMU dengan kontrak Nomor : 3919/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 juga diduga terjadi penyimpangan. Hasil realisasi pekerjaan malah disebutkan nilainya Rp 965.699.085,44. Jumlah ini tidak sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak dan adanya kelebihan pembayaran kepada PT TMU sebesar Rp 102.279.510,08.
Proyek ini dinyatakan selesai 100 persen sesuai berita acara bobot pekerjaan Nomor 011/TMU/BABKP/VIII/2016 tanggal 5 Agustus 2016. Namun selang 4 bulan pekerjaan yang dinyatakan selesai 100 persen menurut sumber Pro Legal beberapa item pekerjaan dalam kondisi rusak dan sebagian diantaranya tidak berfungsi.
Salah satunya pemasangan Lampu Solar Cell 60 W tidak sesuai spesifikasi teknis dan dilaksanakan oleh pemasok/supplier yang berbeda dengan yang tercantum pada dokumen penawaran. Kondisi ini bisa terjadi diduga adanya permainan kotor antara pihak kontraktor dengan oknum pengambil keputusan.
Dalam kasus ini PPK Lilik Litasari mengatakan penyedia telah melakukan penyetoran kelebihan pembayaran ke kas daerah DKI Jakarta. Selain itu telah melakukan penggantian item yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis pada unit pemasangan lampu solar cell. tim